Rabu, 22 Mei 2013

Harry et Moi. ( English Version )



"I just want you to know. Baby you're the best."-Lana del Rey in Summertime Sadness.

            I wasn't a popular girl or have a lot of friends.
I'm just a second year senior high school student , my name is Charlotte. In the classroom, I'm the type of girl that is shy and contemplative. My score isn't bad but isn't good as well. Just average.
            Now, I'm currently having a crush, he is a my classmate friend who likes to daydreaming. His name is Harry. I had noticed Harry during this year because I think he is a boy who has a lot of problems, but he's really good at hiding his feelings.
            I remember the incident a few weeks ago when our class was assigned to make a creative / craft made of clay. Harry is not the smart kid in the class. He often get bad grades in many subjects. However, the only lesson that he mastered were: Art Skills.
             More friends in my class asks Harry to help their work on clay. Because Harry carve clever, of course. He is adept and able to complete his "friends" art homework.
             I was so sad to know that Harry did not ask for any payment from the result of his hard work until dawn. His "Friends" was just using Harry. They didn't even say Thank You to him.
             During this time I saw Harry only utilized by most of the students in the class. Such as : Cleaning up the board, taking the laptop and projector, photocopy test questions, homework art, and many other things. Harry had to work even picket duty every day! Are they all never realized how exhausted Harry endure all of this?
            But Harry is such a strong and independent boy. He did not complain to all the things they've done. But behind that smile, I can see a deep sadness inside of his eyes.
             Yesterday, I saw Harry's right hand is bandaged. I was curious and asked him what really happened. Slowly, Harry opened the bandage. Wound.
Deep cuts until I can see the flesh. I panicked and told him to go to the doctor for some treatment. But he refused.
              Then he explained the cause of the injury is slight because he punched his hand into the glass. The reason is because he got scolded by his parents when he didn't do anything. It feels like I really wanted to know even further about his problem.
But he won't ever tell.
Since that day I realized that Harry had serious family problems.
                                                                       *****
RING ...
The recess bell rang. All children were get out of the classroom.
Me and my two best friends, Lana and Chloé goes to the cafeteria.
"Do you realize? so pity Harry take orders from our friends." I said to them.
"Yeah, I feel really sorry for him, If I were him, I certainly have been very upset!" Lana said.
              After the meal was over, we were about to go upstairs to get back to my class.
When I pass the Counseling Room and guess who's inside? Yes. Harry was there.
              Harry and  the counseling teacher seemed to be consulted and have a chat. And for the first time, I saw Harry was so ... sad. And it seems he almost cry. My heart feels so painfull. Why?
               Because I've felt the same way like he do. Dark past, my friends hated me. No one wants to be friends with me. The most hated feeling I have ever known : Loneliness.
Therefore, I understand how Harry was feeling at the moment.
               After school, I intend to meet and express my feelings on Harry. After
nearly one year together in the same class, I want to tell him everything.
"Harry! Wait!" I said half shouted to Harry that afternoon.
Harry is confused and immediately stopped.
"I want to talk to you. Important." I said then I pulled his hand and go to the back of the school.
"What's going on?" Harry said when we got there.
"I just want to tell the truth. Thing I've been trying to hold it. But promise listen to me until the end." I said.
"Say it." said Harry shortly.
I'm holding my breath for several seconds. Then I said with tears that almost drop in my eyes
"Why are you always like this Harry? Until when are you going to survive with this without
ending? How long will you have to obey all your friends wishes? Is that can be called true FRIENDS? Is a friend told you to serve them? Why are you doing all these stupid things Harry?! Did you know that 
you've been used by them! "I sobbed.
Harry bowed his head and take a deep long breath. And then silent.
"I'm doing all of this ... because I do not have a friend. And you know it. I do not want to be like this Charlotte! really! I don't wanna do this at all! But I need their help. They helped me in learning. And you know what? I've almost couldn't pass into my next grade several times because all my value was red.
But as I learned with them, I can pass my next grade. Although this time I was really afraid that I'm not gonna make it to the next grade. Final Exam is almost here, and I don't know what else I can do." said Harry
while holding the tears from falling down his cheek.
I wipe my tears. Then smiled and said:
"Harry, I want to help you." I said as I hugged him spontaneously.
"I want to be your friend. I'll teach you for the final exam of the semester, I will help you
doing picket work, I will not let them ordering you again. Not anymore." I'm crying again. I think Harry too.
"Harry, please forgive them. I represent all of their apologies for what they have done.
You shouldn't be sad anymore!" I said.
Harry replied my hug. And we hugged each other tightly for a few seconds. Then we pulled back
our hands.
"Thank you, friend." Harry said with a sincere smile.


THE END


Harry et Moi. ( Indonesian Version )

               

"I just want you to know. Baby you're the best."-Lana del Rey in Summertime Sadness.

            Aku bukanlah seorang gadis yang populer ataupun memiliki banyak teman. 
Aku hanyalah seorang murid kelas dua SMA, namaku Charlotte. Di kelas, aku termasuk tipe cewek pendiam dan perenung. Nilaiku juga lumayan.
            Sebenarnya aku saat ini sedang menatap kearah seorang teman lelaki sekelasku yang sedang melamun. Namanya Harry. Harry telah kuperhatikan selama setahun ini karena menurutku dia adalah lelaki yang memiliki banyak masalah namun pandai menyembunyikannya.
            Teringat kembali kejadian beberapa minggu yang lalu ketika kelas kami ditugaskan untuk membuat kreatifitas/prakarya yang terbuat dari tanah liat. Harry bukanlah anak yang pandai dalam pelajaran. Ia sering mendapatkan nilai jelek di beberapa pelajaran. Namun, satu-satunya pelajaran yang ia kuasai adalah : Seni Keterampilan.
             Teman-teman lainnya di kelasku meminta bantuan Harry untuk mengerjakan tanah liat mereka semua. Karena Harry pandai mengukir, tentu saja ia mahir dan dapat menyelesaikan pekerjaan rumah "teman-temannya" itu.
             Aku merasa sedih ketika mengetahui bahwa ternyata Harry tidak meminta upah sedikitpun dari hasil kerja kerasnya hingga subuh itu. "teman-teman" itu hanya memanfaatkan Harry. Mereka bahkan tidak mengucapkan Terima Kasih padanya.
             Selama ini aku melihat Harry hanya dimanfaatkan oleh kebanyakan murid-murid di kelas. Seperti menghapus papan tulis, mengambil laptop dan proyektor, fotokopi soal ulangan, mengerjakan pe-er seni rupa, dan banyak hal lainnya. Bahkan Harry harus kerja piket setiap hari! Apakah mereka semua tidak pernah menyadari betapa lelahnya Harry menanggung semuanya ini?
            Tapi Harry adalah anak yang tegar. Ia tidak pernah sekalipun mengeluh akan semua hal yang mereka sudah lakukan. Namun dibalik senyumannya, aku dapat melihat kesedihan yang mendalam dibalik matanya.
             Kemarin, aku melihat tangan kanan Harry yang diperban. Aku penasaran dan menanyakannya apa yang sebenarnya terjadi. Perlahan, Harry membuka balutan kain kasa dan kapas itu. Luka.
Luka sayat yang dalam hingga aku dapat melihat dagingnya. Aku panik dan menyuruhnya untuk berobat ke dokter untuk dijahit. Tetapi ia menolaknya.
              Lalu ia menjelaskan sedikit penyebab luka tersebut adalah karena ia sendiri menonjokkan tangannya ke kaca. Alasannya karena ia dimarahi orangtuanya padahal ia tidak melakukan kesalahan apapun juga. Rasanya ingin sekali bertanya lebih jauh mengenai masalahnya.
Tapi dia tidak akan memberitahu.
Dan hari itu aku menyadari bahwa Harry mempunyai masalah keluarga yang serius.
                                                                       *****
KRING...
Bel istirahat berbunyi. Seluruh anak pun berhamburan keluar dari kelas.
Aku dan kedua sahabatku, Lana dan Chloé pergi ke kantin.
" Kalian menyadari enggak sih. Kasihan Harry  mau diperintah sama teman-teman." kataku kepada mereka.
"Iya, kasihan banget si Harry. Kalo aku menjadi dia, pasti aku sudah sangat marah!" tukas Lana.
              Setelah usai makan, kami hendak naik keatas untuk kembali ke kelas sebelas.
Saat itu kebetulan aku melewati ruangan BK ( Bimbingan Konseling) dan aku tidak sengaja melihat ke dalam.
Dan dapat ditebak, Harry ada disana.
              Harry dan guru bimbingan itu sepertinya sedang berkonsultasi dan mengobrol. Biasanya anak muda 
menamakannya curhat (curahan hati). Dan untuk pertama kalinya, aku melihat Harry begitu...sedih. Dan sepertinya
ia hampir menangis. Hatiku rasanya seperti ditusuk-tusuk. Mengapa?
               Karena aku pernah merasakan hal yang sama dengannya. Masa lalu yang kelam, teman-teman 
mengucilkanku. Tidak ada yang mau berteman denganku. Perasaan yang paling kubenci : Kesepian.
Oleh sebab itu, aku sangat mengerti bagaimana perasaan Harry saat ini.
               Sepulang sekolah, aku bermaksud untuk menemui dan mengutarakan isi hatiku pada Harry. Setelah 
hampir satu tahun ini bersama di kelas yang sama, aku ingin menyampaikan segalanya.
"Harry! tunggu!" kataku setengah berteriak mengejar Harry siang itu.
Harry yang bingung langsung menghentikan langkahnya.
"Aku ingin berbicara padamu. Penting." kataku kemudian seraya menarik tangan kirinya ke belakang sekolah.
"Ada apa sebenarnya?" kata Harry kemudian sesampainya kami disana.
"Aku hanya ingin mengatakan yang sebenarnya. Yang selama ini aku berusaha untuk menahannya. Tapi berjanjilah
untuk mendengarkanku sampai selesai." kataku.
"Katakanlah." ujar Harry singkat.
Aku terdiam beberapa detik. Kemudian berkata dengan mata berkaca-kaca
"Mengapa kau selalu seperti ini Harry? Sampai kapan kau akan bertahan dengan perbudakan yang tidak ada 
ujungnya? Sampai kapan kamu harus menuruti semua keinginan mereka? Apakah itu yang bisa disebut dengan
TEMAN? Apakah seorang teman menyuruh temannya melayaninya? Untuk apa kamu melakukan semua hal bodoh
ini Harry?!" aku terisak.
Harry menundukkan kepalanya dan menghembuskan nafas panjang. Lalu terdiam.
"Aku melakukan semua ini... karena aku tidak memiliki teman. Dan kau tahu itu. Aku tidak mengingini menjadi
seperti ini Charlotte! sungguh! aku juga sebenarnya ingin melakukan ini semua! Tapi aku membutuhkan bantuan 
mereka dalam belajar. Dan kau tahu? aku sudah hampir tidak naik kelas beberapa kali karena semua nilaiku merah.
Tapi karena aku belajar bersama mereka, aku dapat naik kelas. Walaupun saat ini aku sungguh takut untuk
tidak naik kelas. Ulangan umum sudah sebentar lagi, dan aku tidak tahu harus berbuat apa lagi." jelas Harry
sambil menahan air mata agar tidak jatuh ke pipinya.
Aku menghapus air mata-ku yang sudah berlinang. Kemudian tersenyum dan berkata
" Harry, aku mau membantumu." kataku seraya memeluknya dengan spontan.
"Aku mau menjadi sahabatmu. Aku akan mengajarimu untuk ujian akhir semester, aku akan membantumu 
melakukan kerja piket, aku tidak akan membiarkan mereka menyuruhmu lagi. Tidak lagi." aku menitikan air mata
kembali. Sepertinya ia juga.
"Harry, maafkan mereka ya. Aku mewakili permintaan maaf mereka semua atas semua yang telah mereka lakukan.
Kau tidak boleh bersedih lagi!"
Harry membalas pelukanku. Dan kami berpelukan erat selama beberapa saat. Kemudian kami melepaskan pelukan
kami.
"Terima kasih, teman." kata Harry dengan senyum yang tulus.



THE END.





The Unexpected Girl. "4"


CHAPTER FOUR.

Malam itu, saat ingin tidur, Ethan bertanya padaku.
"Tell me a little about your brother." Kata Ethan serius.
"You want to know the truth?" Balasku
"Yes. Obviously. You really intimate with Him." Nada bicara Ethan seperti ia cemburu.
"He's a gangster." Balasku singkat.
"What do you mean? Like.. A mafia?"
"Yeah, sort of."
"Ray dan teman-teman gangster nya sering bermain poker atau minum-minum di gang kecil sana."Kataku sambil menunjuk ke luar jendela.
"Ray-lah yang mengajariku Bela diri."
"Kau bisa bela diri?" Kata Ethan kaget.
Aku hanya mengangguk penuh arti.
"You wanna try?" Ajakku.
"OK!"
Aku pun menarik tangan kanan Ethan, menggenggam leher kaosnya dan menariknya sampai berdiri lalu memlintir tangan Ethan dan dengan secepat kilat Ethan terbanting dan jatuh di kasur.
"Oww!" Katanya kesakitan. "Oh, my. Punggungku sakit"
Aku hanya bisa tertawa. "Sekarang kau percaya?"
"Ya.. Ya.. Ampun." Sepertinya Ethan kesakitan.
Lalu kami pun mengobrol ringan seputar tinju, karate, tae kwon do, dan macam-macam bela diri.
Lalu tertidur.
*****
Sudah dua bulan berlalu, hari-hariku bersama Ethan terasa menyenangkan, ternyata ia adalah seorang pria yang humoris dan pintar memasak.
Pagi itu, Ethan memasakkan breakfast Omelettes, croissant, dan yogurt buah.
Aku kemudian bertanya padanya
"Apa kau pernah mempunyai pacar?"
Ethan mengadah kearahku sebentar, lalu berkata,
"Yeah, once. You?"
"I've failed twice."
"It's Okay." Ethan menepuk bahuku.
"Malam ini bagaimana kalo kita makan malam di restoran? Tapi jika kau tidak sibuk." Ajak Ethan kemudian.
"wow.. Okay. Sepertinya malam ini aku free." Terimaku.
*******

The Unexpected Girl. "3"


CHAPTER THREE.

Sudah seminggu berlalu.
Hari ini adalah hari Sabtu. Aku mengundang my brother untuk datang ke condo ku.
Sekalian mengenalkan dia pada Ethan, kupikir.
Tepat pukul 12 siang saat aku dan Ethan sedang menyiapkan makan siang, pintu terketuk, dan aku segera berlari membukakan pintu. Kakak lelaki-ku sudah di depan pintu.
Ethan memandanginya.
Tubuh kakakku memang berotot dan kekar, namun berwajah tampan, tulang rahang yg kuat, dan bibir yang penuh.
"Kenalkan, ini kakakku, Ray" kataku kepada Ethan.
Menyalami tangan Ethan.
" Ray, this is my roommate, Ethan." Kataku memperkenalkan Ethan pada kakakku.
setelah berkenalan, aku bergelayut manja di lengan Ray selayaknya adik kecil dan mengajaknya ke meja makan.
"Lunch is ready!" Kataku sambil meletakan piring berisi makanan khas perancis, une tourte aux épinards ( a pie with spinach and goat cheese )
Lalu seusai itu kami memakan baguette mentega buatan Ethan.
Kami mengobrol cukup lama. Diiringi sesekali dengan tawa dan canda.
Aku sangat menyayangi Ray. He's my guardian.
"Jadi, apa kau bisa bela diri?" Tanya Ray pada Ethan.
Ethan dengan malu menjawab, "emm..tidak..tidak juga."
Ray hanya tersenyum kecut. Lalu aku membuka botol champagne dan menuangkan ke gelas mereka.
"Let's drink guys!" Ajakku sambil yang lainnya melakukan tos .
Lalu kami minum-minum.
Saat hari sudah mulai petang, Ray pamit untuk pulang.
*****

The Unexpected Girl. "2"


  • "I will love you til the end of time."





    CHAPTER TWO.


    Matahari mulai memancarkan cahayanya. Sampai ke kelopak mataku, dan aku pun terbangun.
    Kulihat Ethan sudah tidak ada disisi ranjang.
    Saat aku melangkahkan diri keluar kamar, tercium aroma pancake yang lezat. Ethan membuatkan sarapan.
    "This is for you." Katanya sambil menyodorkan piring.
    "Thankyou." Aku tersenyum dan memakannya.
    "It's delicious." Kataku lagi
    "Great if you like it." Balas ethan.
    Ethan pun mulai makan. Dan ia bertanya.
    "So, why you move here?" Tanya Ethan.
    "Well. It's a long story."
    "Tell me"
    "Ayahku meninggal dan Ibuku menjadi tidak waras. Ibuku dan adik perempuan kecilku kemudian tinggal bersama kakek nenekku Di Sidney. Lalu aku pun memutuskan untuk pindah."
    "Kau kesini sendirian?"
    "Hmm. Tidak juga. Aku punya seorang kakak laki-laki angkat. Ia tinggal sekitar 3 blok dari sini."
    "Oh, begitu. Jadi maksudmu? 'Kakak angkat'?"
    " Maksudku, aku mengangkatnya sebagai kakak. Bukan secara biologis dia kakakku. Hehe."
    Aku sudah selesai makan. Lalu mau bergegas mandi dan bersiap pergi.
    "Hari ini aku akan pergi menemuinya. I mean, my brother." Ujarku seraya masuk ke kamar mandi.
    Aku bisa mendengar 'OK' dari dalam.
    *****

The Unexpected Girl.

CHAPTER ONE.

My name is Kayla.
Aku memutuskan untuk pindah ke kota Lumière pure 
Yang dalam bahasa prancis berarti Pure Light atau cahaya yang murni.
Aku telah mencari beberapa apartemen atau flat dan sejenisnya dan harganya semuanya mahal.
Akhirnya aku pun mendapatkan sebuah condo dengan harga sangat murah. Pemiliknya bernama, Maria. Seorang wanita sekitar umur 30an yang belum menikah.
Aku sekarang bersama dia sedang melihat condo tersebut. Kamar itu cukup besar, ranjangnya pun ukuran King size. Sangat luas. Dilengkapi dengan perapian dan peralatan dapur yang lengkap. Sangat nyaman. Dan murah, tentunya.
"What do you think?" Tanya maria.
"I think it's perfect." Jawabku.
Maria tersenyum. Dan ia berkata, " Baiklah, enjoy your room. I have to go now." Ia lalu melangkah pergi.
"Ok. Thanks" balasku.
Aku meletakan koperku dan berbenah sedikit. Lalu menghempaskan diriku ke sofa yang empuk.
Tiba-tiba, pintu diketuk.
Aku pun berlari membukakan pintu. "Ada apa lagi , maria?" Pikirku dalam hati.
Namun, saat kubukakan pintu, ternyata bukan Maria.
Tetapi seorang pemuda seperti 2 atau 3 tahun diatasku yang menyambut. Wajahnya tampan, berbadan kurus namun masih berisi, lumayan . Rambutnya pirang, giginya rapi. Ditangannya memegang koper. Aku bingung.
"Hei. I'm Ethan." Katanya sambil berjabat tangan memperkenalkan diri.
"Hey. I'm Kayla, just call me Kay." Kataku gugup.
"Oh, yeah. I'm your new roommate." 
"But, i didn't ask for a roommate." 
"Oh, yes. Maria is my relatives. She ask me to live in her condo. With you. Jadi kau hanya perlu membayar setengahnya. Jadi kita 50:50"
Aku terhenyak. Pantas saja harganya murah. Ternyata patungan
"Mengapa Maria melakukan ini?"
"Ia merasa kasihan padamu. Jadi ia menawarkan harga murah. Plus Roommate . Like me " Ethan berlagak sok ganteng
"Shall I come in?"
Akhirnya aku membiarkan Ethan masuk.
"There's only one bed." Aku berkata kemudian.
Kami saling berpandangan. Tidak. Tidak mungkin.
Kemudian Ethan mengalah.
"Baiklah, aku tidur di bawah saja. Atau di sofa"
Aku hanya diam saja. Tidak mungkin kan? Aku tidur bersama pria yang baru kukenal.
Lalu hari semakin larut dan malam datang juga.
Aku menarik selimutku dan Ethan tidur di bawah.
aku berpikir, bagaimana bisa Ethan tidur di lantai selama berhari-hari? Berminggu-minggu? Atau bahkan berbulan-bulan dan bertahun-tahun?
Ethan sudah mulai ingin memejamkan mata. 
Ranjang ini sebenarnya telalu besar untukku. 
Aku diam-diam melihat ke arah bawah, kelihatannya Ethan kedinginan. 
Akhirnya, aku berkata padanya
"Hei. You can sleep with me. Kau membayarnya juga After all."
Ethan membuka matanya, lalu berkata
"Thanks, kay!"
"But you have to promise me, one thing. DONT TOUCH ME"
"Whoaa. Slow down Kay. I promise I won't do anything!"
Aku hanya bisa tersenyum. Ethan juga membalas senyum.
Aku membatasi ranjang dengan guling.
Lalu akhirnya kami pun tertidur.
*****